Selasa, 24 November 2009

Tanggung Jawab kita terhadap ALAM






Ketika kita menonton Film STAR TREK IV: "The Voyage Home" kita sedang diberikan sebuah pengajaran berharga betapa kita sebagai pencinta Science Fiction, pencinta Star Trek, haruslah juga menjadi pencinta lingkungan hidup yaitu Bumi dan segala isinya dimana kita bergantung untuk hidup.




Di dalam sejarah peradaban manusia, terdapat tiga revolusi yang telah mengubah pola kehidupan bermasyarakat selamanya, baik dari segi produksi, distribusi, maupun konsumsi. Yang pertama adalah Revolusi Agraria pada masa prasejarah, yang kedua adalah Revolusi Industri pada abad ke-18, dan yang ketiga adalah revolusi yang berhubungan dengan pengolahan minyak bumi pada paruh abad ke-19.

Revolusi Agraria adalah berubahnya metode pencarian makanan dan pekerjaan yang dulunya pemburu dan pengumpul makanan menjadi petani dan penggarap kebun/ladang. Revolusi ini memungkinkan manusia untuk memproduksi makanan lebih dari yang ia butuhkan, sehingga terjadi surplus. Dari sana berkembanglah penimbunan, perdagangan, dan pemukiman yang lebih besar.

Revolusi Industri ditandai dengan proses otomatisasi produksi, terutama tenaga kerja manusia digantikan dengan mesin yang berakibat pada penggunaan batu bara dalam jumlah besar serta berlanjut pada pencarian sumber energi alternatif yang lebih mudah diperoleh serta lebih "ramah lingkungan", karena seperti yang kita ketahui proses penambangan batu bara sering kali memakan korban jiwa selain juga menimbulkan dampak polusi yang sangat hebat.

Penemuan cara penyulingan "minyak batu" (petroleum) menjawab kebutuhan tersebut. Minyak bumi dapat dihasilkan lebih cepat daripada batu bara dengan polusi yang relatif lebih kecil dibandingkan batu bara. Namun penggunaan minyak bumi secara luas, terutama sejak Perang Dunia II, baik pada kendaraan bermotor maupun pabrik-pabrik, telah menghasilkan polusi yang luar biasa besarnya sebagai timbal balik dari segala fasilitas yang dapat dinikmati oleh manusia saat ini.

Adalah tugas kita, para pencinta Star Trek, untuk mengelola bumi dan memanfaatkan sumber daya alamnya secara bertanggung jawab. Kita perlu memikirkan tidak hanya kepentingan sesaat saja, tetapi juga untuk berpikir ke depan, untuk anak-anak serta generasi-generasi yang akan datang supaya mereka tidak hidup di tengah-tengah dunia yang rusak akibat polutan-polutan yang telah kita tinggalkan serta sumber daya yang telah kita habiskan. Jadilah pencinta Star Trek yang mencintai lingkungan.

Kiranya artikel di bawah ini menolong Anda untuk menyadari bahwa dari awal penciptaan, Tuhan telah memanggil manusia untuk mengelola dan memelihara alam ciptaan-Nya sesuai dengan rancangan-Nya yang ajaib. Menyimpang dari rancangan-Nya akan menyebabkan malapetaka.


ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

I. Pengantar

Akhir-akhir ini, perhatian dan kesadaran umat manusia untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan hidupnya semakin meningkat. Hal itu sejalan dengan pengetahuan yang semakin banyak dan pengalaman yang semakin nyata bahwa lingkungan hidup atau planet bumi sedang sakit atau rusak. Sakit atau rusaknya planet bumi itu disebabkan oleh ulah manusia sendiri, yaitu dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber alam. Cara memanfaatkan dan mengelola lingkungan cenderung bersifat eksploitatif dan destruktif. Maka proses pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan mengandung aspek perusakan lingkungan, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Sebenarnya proses perusakan lingkungan sudah berjalan lama, yaitu sejak dimulainya proses industrialisasi. Industrialisasi menyadarkan manusia bahwa alam merupakan deposit kekayaan yang dapat memakmurkan. Maka mulai saat itu sumber-sumber alam dieksploitasi untuk diolah menjadi barang guna memenuhi kebutuhan demi kemakmuran hidup manusia. Dengan adanya alat ampuh, yaitu mesin, maka alam pun dipandang dan dikelola secara mekanis. Terjadilah intensitas pengeksploitasian lingkungan menjadi semakin gencar tak terkendali.



Alam dilihat tidak lebih dari benda mekanis yang hanya bernilai sebagai instrumen untuk kepentingan manusia. Alam tidak lagi dihargai sebagai organisme. Sayangnya, kesadaran akan semakin rusaknya lingkungan hidup mulai muncul sejak sesudah Perang Dunia II dan mulai mengglobal tiga dekade yang lalu ketika alam terlanjur rusak berat atau sakit parah. Ketika itu manusia makin menyadari bahwa sumber-sumber alam (khususnya "non-renewable resources") semakin menipis.

Pengelolaan alam secara mekanistik yang diikuti pula oleh pertumbuhan demografi yang terus melaju sehingga pada akhir dekade 1960-an ditandai dengan "ledakan penduduk dunia". Kenyataan itu mendorong digerakkannya pembangunan yang berorientasi pada "pertumbuhan ekonomi" yang justru semakin meningkatkan pengeksploitasian sumber-sumber alam. Hal ini tidak untuk kemakmuran saja, tetapi bahkan untuk memenuhi kebutuhan paling dasar dari umat manusia yang semakin banyak. Misalnya, hutan selain sebagai sumber bahan baku untuk diolah menjadi bahan produk, juga dikonversi menjadi lahan pertanian. Perusakan ini diperberat oleh polusi atau pencemaran. Untuk menjaga kesuburan lahan pertanian, digunakan pupuk kimia, dan untuk menjaga panen dari serangan hama, digunakan pestisida secara besar-besaran sehingga produksi pertanian meningkat. Semua itu, bersama dengan industri dan transportasi yang dibangun untuk meningkatkan produksi dan distribusi, membentur alam dalam bentuk polusi. Akibatnya sumber alam semakin menipis, kemampuan daya dukung alam berkurang dan mengancam kehidupan manusia sendiri.

Dari keterangan di atas, menjadi nyata bahwa benturan yang menyebabkan lingkungan hidup menderita sakit atau rusak datang dari manusia dalam proses mengambil, mengolah, dan mengonsumsi sumber-sumber alam. Benturan terjadi ketika proses-proses itu melampui batas-batas kewajaran atau proposionalitas. Batas-batas kewajaran atau proposionalitas itu terlampaui ketika manusia semakin mampu dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi memanfaatkan sumber-sumber secara masal, intensif, dan cepat dan sekaligus mengotori atau mencemarinya. Tetapi yang lebih parah lagi, yaitu bahwa manusia yang merasa semakin enak semakin tidak tahu diri, sehingga ia seolah-olah menjelma menjadi tuan dan pemilik alam. Maka kesadaran untuk menjaga dan memelihara lingkungan hidup harus dikembalikan pada manusia, dengan mempertanyakan tentang dirinya dan kelakuannya terhadap alam.

Dalam cerita penciptaan dikatakan bahwa manusia diciptakan bersama dengan seluruh alam semesta. Itu berarti bahwa manusia mempunyai keterkaitan dan kesatuan dengan lingkungan hidupnya. Akan tetapi, diceritakan pula bahwa hanya manusia yang diciptakan sebagai 'gambar' Sang Pencipta ("Imago Dei") dan yang diberikan kewenangan untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan segala isinya. Jadi di satu segi, manusia adalah bagian integral dari ciptaan (lingkungan), akan tetapi di lain segi, ia diberikan kekuasaan untuk memerintah dan memelihara bumi. Maka hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya seperti dua sisi dari mata uang yang mesti dijalani secara seimbang.

1. Kesatuan Manusia dengan Alam

Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang penciptaan manusia: "Tuhan membentuk manusia itu dari debu tanah", seperti Ia juga "membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara". Dalam bahasa Ibrani, manusia disebut "adam". Nama itu memunyai akar yang sama dengan kata untuk tanah, "adamah", yang berarti warna merah kecokelatan yang mengungkapkan warna kulit manusia dan warna tanah.




Dalam bahasa Latin, manusia disebut "homo", yang juga memunyai makna yang berkaitan dengan "humus", yaitu tanah. Dalam artian itu, tanah yang biasa diartikan dengan bumi, mempunyai hubungan lipat tiga yang kait-mengait dengan manusia: manusia diciptakan dari tanah, ia harus hidup dari menggarap tanah, dan ia pasti akan kembali kepada tanah. Di sini
nyata bahwa manusia dan alam (lingkungan hidup) hidup saling bergantung -- sesuai dengan hukum ekosistem. Karena itu, kalau manusia merusak alam, maka secara otomatis berarti ia juga merusak dirinya sendiri.

2. Kepemimpinan Manusia Atas Alam

Walaupun manusia dengan alam saling bergantung, juga mencatat dengan jelas adanya perbedaan manusia dengan unsur-unsur alam yang lain. Hanya manusia yang diciptakan segambar dengan Sang Pencipta dan yang diberikan kuasa untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan seluruh ciptaan yang lain, dan untuk mengelola dan memelihara lingkungan hidupnya. Jadi, manusia mempunyai kuasa yang lebih besar daripada makhluk yang lain. Ia dinobatkan menjadi "raja" di bumi yang dimahkotai kemuliaan dan hormat. Ia menjadi wakil Tuhan yang memerintah atas nama Sang Pencipta terhadap makhluk-makhluk yang lain. Ia hidup di dunia sebagai duta Tuhan. Ia adalah citra, maka ia ditunjuk menjadi mitra bagi Sang Pencipta. Karena ia menjadi wakil dan mitra Tuhan, maka kekuasaan manusia adalah kekuasaan perwakilan dan perwalian. Kekuasaan itu adalah kekuasaan yang terbatas dan yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi kuasa, yaitu Sang Pencipta. Itu sebabnya manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap alam. Ia tidak boleh menjadi "raja lalim". Kekuasaan manusia adalah kekuasaan "care-taker". Maka sebaiknya manusia memberlakukan secara seimbang, artinya pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber alam diimbangi dengan usaha pemeliharaan atau pelestarian alam.

Kata "mengelola" digunakan istilah Ibrani "abudah", yang sama maknanya dengan kata ibadah dan mengabdi. Maka manusia sebagai citra Sang Pencipta seharusnya memanfaatkan alam sebagai bagian dari ibadah dan pengabdiannya kepada Tuhan. Dengan kata lain, penguasaan atas alam seharusnya dijalankan secara bertanggung jawab: memanfaatkan sambil menjaga dan memelihara. Ibadah yang sejati adalah melakukan apa saja yang merupakan kehendak Allah dalam hidup manusia, termasuk hal mengelola ("abudah") dan memelihara ("samar") lingkungan hidup yang dipercayakan kekuasaan atau kepemimpinannya pada manusia.

3. Kegagalan Manusia Memelihara Alam

Manusia selalu serakah dan ingin menjadi yang maha kuasa, dan karena keinginan itu ia "melanggar" amanat Sang Pencipta. Tindakan melanggar amanat Tuhan membawa dampak bukan hanya rusaknya hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesamanya dan dengan alam. Manusia menghadapi alam tidak lagi dalam konteks "sesama ciptaan", tetapi
mengarah pada hubungan "tuan dengan miliknya". Manusia memperlakukan alam sebagai objek yang semata-mata berguna untuk dimiliki dan dikonsumsi. Alam diperhatikan hanya dalam konteks kegunaan (utilistik-materialistik). Manusia hanya memerhatikan tugas menguasai, tetapi tidak memerhatikan tugas memelihara. Dengan demikian, manusia gagal melaksanakan tugas kepemimpinannya atas alam.

Akar perlakuan buruk manusia terhadap alam terungkap dalam istilah seperti: "tanah yang terkutuk", "susah payah kerja", dan "semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkan bumi" (dalam Kitab Kejadian. 3:17-19). Manusia selalu dibayangi oleh rasa kuatir akan hari esok yang mendorongnya cenderung rakus dan materialistik. Dapat dikatakan bahwa akar kerusakan lingkungan alam dewasa ini terletak dalam sikap rakus manusia yang dirumuskan oleh John Stott sebagai "economic gain by environmental loss". Manusia berdosa menghadapi alam tidak lagi sekadar untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi sekaligus untuk memenuhi keserakahannya. Dengan kata lain, manusia berdosa adalah manusia yang hakikatnya berubah dari "a needy being" menjadi "a greedy being". Kegagalan dalam melaksanakan tugas kepemimpinan atas alam merupakan pula kegagalan manusia dalam mengendalikan dirinya, khususnya keinginan-keinginannya.

4. Hubungan Baru Manusia-Alam

Sang Pencipta yang Mahakasih mengasihi dunia ciptaan-Nya (kosmos) sehingga Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dalam dunia. Logos ini yang disebut Firman penciptaan telah berinkarnasi (mengambil bentuk materi dengan menjelma menjadi manusia) Ia telah mendamaikan Sang Pencipta dengan segala sesuatu (ta panta) atau dunia (kosmos) ini Sang Logos telah memulihkan hubungan Tuhan dengan manusia dan dengan seluruh ciptaan-Nya dan memulihkan hubungan manusia dengan alam. Atas dasar itu, maka hubungan harmonis dalam Eden (Firdaus) telah dipulihkan.

Hubungan baru manusia dengan alam bukan saja hubungan "dominio" (menguasai) tetapi juga hubungan "comunio" (persekutuan). Itu sebabnya Sang Pencipta yang telah berinkarnasi itu menggunakan pula unsur-unsur alam, yaitu "air, angggur, dan roti" dalam sakramen yang menjadi tanda dan meterai hubungan baru manusia dengan Sang Pencipta. Dengan kata lain, hubungan manusia dengan Tuhan yang baik harus tercermin dalam hubungan yang baik antara manusia dengan alam. Persekutuan dengan Sang Pencipta harus tercermin dalam persekutuan dengan alam. Hubungan yang baik dengan alam, sekaligus mengarahkan kita pada penyempurnaan ciptaan dalam "langit dan bumi yang baru" dalam langit dan bumi yang baru itulah Firdaus yang hilang akan dipulihkan.

Senin, 23 November 2009

Rasakan sensasi STAR TREK !


Click link dibawah ini agar kamu bisa merasakan kedahsyatan sensasi STAR TREK !...



Minggu, 08 November 2009

Perjalanan komunitas Penggemar Indo-Star Trek telah mengalami pasang surut, semoga nilai-nilai filosofi yang di usung oleh film-film Star Trek dan semangatnya tetap menyala dalam hati para penggemarnya. Persiapkan dirimu menyambut event penutup tahun ini dengan merayakannya bersama tanggal 22 November 2009.. click link dibawah ini
http://www.indo-startrek.org/6/

Sabtu, 10 Oktober 2009

Meneladani Civil Society Amerika Serikat




Amerika Serikat: Pelopor Hak Asasi Manusia dalam Kebebasan Bicara, Berkreasi dan ber-Ekspresi.

Satu hal yang paling saya kagumi dari Amerika Serikat adalah kepeloporannya dalam hal menjamin demokrasi, Hak Asasi Manusia: kebebasan berbicara, berkreasi, ber-ekspresi dan berpendapat. Hal itu adalah pengakuan terhadap salah satu asasi dalam deklarasi Hak Asasi Manusia yang telah diratifikasi oleh dunia internasional.

Topik mengenai kebebasan berbicara, berpendapat, berkreasi dan ber-ekspresi adalah salah satu hal yang paling sering diperdebatkan dalam masyarakat yang liberal. Kebebasan berbicara telah menjadi suatu issue yang yang mudah berubah ketika hal ini sangat dihargai dengan tinggi karena hanya dengan demikianlah pembatasan-pembatasan yang diterapkan kepadanya menjadi hal yang kontroversial. Satu hal yang perlu dicatat dalam diskusi apapun berkaitan dengan kebebasan berbicara adalah, hal ini tetap harus adanya suatu pembatasan dalam taraf-taraf tertentu. Setiap kelompok masyarakat yang berbeda, menerapkan pembatasan-pembatasan pada kesempatan melatih kebebasan berbicara karena pidato/ diskusi yang ada akan selalu mengambil tempat diantara konteks nilai-nilai yang saling bersaing; atau saling bertentangan nilai-nilai yang saling bertentangan satu sama lain. Dalam hal ini, adalah tepat dikatakan bahwa sesungguhnya tidak ada hal yang dinamakan dengan kebebasan berbicara.

Kebebasan berbicara hanyalah sebuah term yang berguna untuk memfokuskan perhatian kita kepada suatu bentuk tertentu dari ‘interaksi antar manusia’ dan frasa itu tidak berarti menyarankan bahwa hal ‘berbicara’ tidak boleh diinterfensi oleh ‘interaksi antar manusia’ itu. Sebagaimana Stanley Fish menyebutkan bahwa, “secara singkat dapat dikatakan bahwa kebebasan berbicara, bukanlah sebuah nilai/value yang independen, namun sebuah hadiah politis” (1994). Tidak ada satu masyarakat dari bangsa manapun yang ada, dimana kebebasan berbicara tidak dibatasi dalam tingkat /taraf-taraf tertentu. Sebagaimana John Stuart Mill menulis argumennya dalam ‘On Liberty’, perjuangan yang ada adalah selalu mengambil tempat diantara persaingan antara permintaan akan kebebasan dengan kekuasaan, dan kita harus mengingat sebelumnya:

Semua hal yang membuat keberadaan saat ini bernilai untuk setiap orang tergantung dari penegakan aturan dan penerapan atas tindakan-tindakan dari orang lain. Beberapa aturan mengenai kode etik misalnya, harus dipaksakan untuk diterapkan – oleh Hukum, diatas segala hal lainnya, dan juga pembatasan atas banyak hal lainnya yang memang tidak sesuai dengan pengoperasian Hukum / Undang-Undang.

Maka isu utamanya, adalah, bukan memperdebatkan mengenai domain kebebasan berbicara yang tiada batas; hal itu adalah konsep yang tidak bisa dibela. Melainkan, kita sebagai masyarakat harus memutuskan, seberapa besar nilai yang akan kita tempatkan kepada kebebasan berbicara dala hubungannya dengan nilai yang kita tempatkan dalam hal ideal penting lainnya: “berbicara, tidak memiliki suatu nilai yang timbul dari dirinya sendiri, namun selalu dihasilkan diantara lingkup batasan-batasan konsepsi yang diasumsikan mengenai kebaikan” (Stanley Fish, 1994, 104). Dalam essay Fish tersebut, kita akan melihat beberapa hal konsepsi kebaikan yang ditujukan untuk menentukan batasan-batasan yang dapat diterima dalam sebuah kebebasan berbicara.

Dalam sebuah masyarakat yang bebas, kita telah menemukan bahwa prinsip-prinsip yang merugikan memberikan alasan bagi pembatasan atas kebebasan berbicara yang mana, ketika hal itu dilakukan, akan dapat mencegah kerugian terhadap hak-hak yang ada. Hal ini berarti bahwa kebebasan berbicara harus dipandang dan dinilai apakah memiliki dampak negatif terhadap prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang dianut demi kebebasan hak orang lain; atau ketertiban serta keteraturan hukum sebuah masyarakat atau negara. Dalam hal kebebasan berbicara yang sifatnya menyerang orang lain, sepanjang hal itu tidak menimbulkan kerugian atau bahaya bagi keselamatan jiwa atau hak-hak asasi orang lain untuk hidup, masih dapat diijinkan untuk berlalu tanpa hukuman. Ketika hal ini bersentuhan dengan hal yang berbau pornografi atau pidato yang menyebabkan kebencian, dapat terjadi bahwa hal itu juga akan diloloskan dari hukum. Kita masyarakat Indonesia seringkali menerapkan suatu standar ganda atas kedua hal ini. Contohnya: ketika suatu produk media menampilkan hasil fotografi mengenai perempuan, walau itu karya seni atau pornografi, masyarakat dengan mudahnya menuding dengan penuh kebencian bahwa media tersebut mempromosikan produk pornografi yang merusak moral bangsa. Namun dilain sisi, ketika ada para pengkotbah di rumah-rumah ibadah menyuarakan suara kebencian terhadap Suku Agama Ras dan Antar Golongan, dan menyebabkan potensi kebencian dan perpecahan didalam masyarakat, banyak golongan memprotes ketika pemerintah bermaksud mengawasi para pengkotbah tersebut. Mereka yang pro terhadap isi kotbah yang berisi kebencian itu berpendapat, pemerintah harus memberi kebebasan berbicara, walau isi kotbah itu menyebarkan fitnah dan kebencian golongan masyarakat lain; atau kritik-kritik tajam terhadap pemerintah.

Jika memang kita ingin konsekuen dengan prinsip bahwa kebebasan ber-ekspresi atau berpendapat selama itu tidak membahayakan hukum atau kebebasan orang lain dibiarkan oleh hukum; maka seharusnya masyarakat kita harus dewasa dan mengembangkan pola perilaku tertentu yang sesuai dengan prinsip tersebut. Sebagai contoh: ketika golongan masyarakat tertentu berkata bahwa pemerintah tidak usah mengawasi atau ikut campur terhadap kotbah-kotbah yang mengandung kebencian SARA; maka seharusnya mereka juga konsekuen sikapnya dengan hal yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi, atau hasil-hasil karya seni yang dengan entengnya dikategorikan sebagai pornografi. Masyarakat yang dewasa seharusnya mampu mengawasi dirinya sendiri. Misalnya dalam hasil karya publik yang mau dikategorikan sebagai ketelanjangan atau pornografi, bagi sebagian masyarakat mungkin merasa terserang, bagi segolongan masyarakat lain mungkin agak sedikit merasa malu melihatnya, dan mereka hanya bersikap memalingkan kepala ketika melihat hal-hal itu; atau menghindarinya sama sekali.

Hal yang sama sebenarnya berlaku pula dalam hal hasil karya yang berbau ketelanjangan, sex, intrik-intrik licik, konspirasi melakukan kejahatan, kata-kata yang kasar atau perilaku kasar dalam sinetron di televisi. Selama ini masyarakat kita permisif terhadap isi sinetron-sinetron tidak bermutu di televisi dengan mengatakan bahwa sinetron-sinetron itu hanya produk khayalan yang memanjakan masyarakat hidup disuatu kondisi di atas awan. Sinetron banyak melukiskan kehidupan diluar kenyataan, seorang muda kaya raya, hidup di rumah mewah tanpa kesulitan mencari pangan, intrik-intrik anak sekolah untuk menjahati teman sekolahnya, intrik konspirasi rumah tangga dalam mencelakai anggota rumah tangga yang lain, kata-kata makian, tamparan, tendangan dan berbagai kekerasan dalam rumah tangga lain yang secara eksplisit di ekspos dalam sinetron dibiarkan oleh masyarakat dan pemerintah. Alur cerita tak berbobot dan tidak mendidik, kata-kata kasar dan makian, perselingkuhan, konspirasi kejahatan, kekerasan dalam runah tangga dianggap adalah sekedar suatu produk yang menghibur dan mengatakan hal itu sebagai kebebasan ber-ekspresi dan berkarya.

Hal kebebasan prinsip yang sama seharusnya juga berlaku bagi aspek-aspek lain dalam karya-karya film, tari-tarian, pakaian adat, fotografi, lukisan, patung-patung dan lain sebagainya. Kalau memang kita sebagai orang dewasa yang menyadari bahwa banyak sekali produk sinetron yang tidak berkualitas dan berdampak negatif, kita memalingkan muka dan mengajari anak-anak dan keluarga kita agar tidak usah menonton sinetron-sinetron itu; maka hal yang sama seharusnya juga berlaku bagi semua aspek lain seperti halnya karya-karya seni tari-tarian, filmografi, fotografi, patung, lukisan dan berbagai karya seni lain yang mau dikategorikan sebagai produk yang berbau pornografi dan pornoaksi yang dibatasi dengan Undang-Undang (baik UU Pornografi, UU Perfilman, atau berbagi produk UU lain dan Perda-Perda Syariat, dan sejenisnya).

Berbagai argumen yang mengatakan bahwa berbicara dapat di batasi demi nilai-nilai kebebasan lainnya, biasanya berkenaan dengan kesamaan hak demokratis masyarakat yang hidup didalamnya. Mengingat adanya keberagaman budaya, pola pikir, adat istiadat yang hidup dalam masyarakat yang bebas dan demokratis, maka kebebasan berbicara, berpendapat, dan berekspresi memang harus dipertemukan dengan adanya pembatasan-pembatasan tertentu dari Pemerintah, namun tidak melanggar Hak Asasi Manusia. Pemerintah memang harus memikirkan aspek-aspek ‘kebebasan’ (kebebasan berbicara, berpendapat, berkreasi dan ber-ekspresi) dan kaitannya dengan pola perilaku masyarakat dan pembangunan moral bangsa; walau hal inipun nantinya akan berkenaan dengan produk hukum yang berkaitan dengan pembatasan tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan bahaya perpecahan dalam masyarakat, atau bersifat ofensif yang tak terhindarkan bagi golongan masyarakat tertentu.
Perlu adanya suatu keseimbangan antara pembatasan kebebasan dengan dampak negatif yang ditimbulkannya secara konsekuen dan tidak berat sebelah, tidak mementingkan golongan suku, agama, ras dan golongan tertentu di masyarakat Indonesia yang majemuk. Produk hukum atau anjuran dari pemerintah itu tidak harus selalu berupa Undang-Undang dan penerapan hukuman, karena masyarakat yang dewasa dapat menilai dan mengawasi dirinya sendiri. Hal ini dikembalikan juga ke masyarakat yang berbeda-beda dan majemuk (penilaian bukan hanya didasarkan atas pendapat satu golongan masyarakat yang berani bertindak represif saja); bahwa suatu bentuk pengawasan dan pembatasan kebebasan itu berlaku adil dan konsekuen bagi semua pihak, semua golongan, semua agama, semua suku dan ras dengan dasar pemikiran positif bahwa komunikasi media massa harus ber-sinergi positif dengan nilai-nilai budaya, kultur bangsa, dan pembangunan moral dan etika masyarakat, persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.


Dalam hal inilah kita harus belajar dari keteladanan masyarakat Amerika Serikat yang sangat dewasa dalam menjaga kebebasannya dan sekaligus kedisiplinannya dalam menjadi bangsa yang kuat / powerful sebagai negara adidaya.

Masyarakat Amerika Serikat memberikan keteladanan dalam hal kedisiplinan pola perilaku masyarakat yang tertib, berpikiran maju, luas dan berawawasan terbuka. Mereka membuka pemikiran terhadap kemajuan teknologi serta kemajuan perdagangan dari hal-hal yang bersifat brainstorming. Setiap individu bebas berbicara, berpendapat, ber-ekspresi dan berkreasi demi kemajuan diri dan masyarakat. Sebagai contoh: Presiden Obama mengawali karir politiknya dari orasi dan pidato-pidato di jalanan dalam menawarkan konsep-konsep civil society yang membawa perubahan positif dan pembaharuan. Masyarakatlah yang kemudian diberi kesempatan untuk menilai, apakah konsep dan rencana yang ditawarkan Obama dapat mereka percayai dan mereka terima atau tidak. Masyarakat dan dukungan sistem politik dan pemerintahan yang mengijinkan kebebasan kritik yang membangun bagi masyarakat tersebut membangun suatu pola pemikiran yang maju dan terbuka terhadap pembaharuan yang positif.
Pemerintah memberikan arahan, anjuran, aturan main, yang diikuti masyarakat dalam membangun dirinya sambil mengevaluasi segala aspek yang berkenaan dengan kebebasan yang ada. Kebebasan yang bertanggung jawab kepada kemajuan masyarakat sipil yang kuat (civil society), bebas, namun mampu membangun konstruksi positif disekitar konsep kebebasan tersebut. Bukan kebebasan untuk ber-orasi yang memecah belah kesatuan dan persatuan, namun kebebasan untuk membangun kualitas bangsa yang didasarkan atas pemerintahan masyarakat sipil yang kuat. Amerika Serikat juga dibentuk dari berbagai suku, agama, ras dan antar golongan yang sangat beragam. Mereka menjunjung kebebasan, namun mereka juga merupakan masyarakat yang kuat persatuan dan nasionalisme-nya.
Masyarakat pekerja profesional di AS dan perusahaan-perusahaan AS dikenal dengan tipikal pekerja yang efisien dalam bekerja namun sangat efektif dan berhasil guna. Mereka memanfaatkan waktu kerja dengan sangat optimal, tidak bermalas-malasan, tidak menggunakan alasan religius untuk mengurangi produktifitasnya, anti korupsi dan menjunjung tinggi kejujuran dan integritas (memang hal-hal ini banyak diwarnai oleh didikan masyarakat religius Protestan yang merupakan bagian terbesar masyarakat di Amerika Serikat).
Masyarakat Amerika Serikat yang berdiri diatas segala perbedaan dan keberagaman yang ada, namun mereka dipersatukan oleh kebanggaan nasional sebagai bangsa Amerika yang kuat, berorientasi pada kemajuan teknologi, IPTEK, komunikasi yang menghargai perbedaan, kerjasama, konsolidasi, sinergi, kejujuran, integritas, kerja keras, dan bersatu diatas keberagaman. Inilah konsep masyarakat Civil Society yang harus ditiru oleh masyarakat Indonesia yang majemuk ini.







Sabtu, 27 Juni 2009

SCIENCE YANG MENDASARI KISAH FIKSI ILMIAH

Hal yang “Tidak Mungkin” adalah Relatif

Apabila kita memandang kejadian-kejadian di alam ini, kita dapat mempelajari bahwa seringkali hal yang “Tidak Mungkin” adalah terminologi yang relative. Kita ingat ketika mempelajari Geografi di Sekolah Menengah Tingkat Atas, kita amati bahwa bentuk garis pantai Amerika Selatan dapat di cocokkan dengan bentuk kontur pantai Afrika. Bukankah suatu kebetulan yang sangat aneh, bahwa bentuk pantai kedua benua tersebut dapat disatukan bagaikan sebuah puzzle? Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa ada kemungkinan kedua benua tersebut pernah dalam suatu masa adalah satu bagian benua. Beberapa orang mengatakan hal itu adalah kebodohan, adalah tidak mungkin ada suatu kekuatan sangat dahsyat yang dapat memisahkan dua buah lempeng benua. Sebuah pemikiran yang tidak mungkin, menurut beberapa ahli.

Kemudian kita juga mempelajari tentang dinosaurus. Bukankah hal yang aneh, guru-guru kita mengatakan bahwa dinosaurus pernah mendominasi Bumi selama jutaan tahun, dan kemudian mendadak kemudian mereka hilang, punah begitu saja? Tiada satu orang pun yang tahu kenapa mereka semua punah. Beberapa paleontologist berpikir bahwa mungkin saja meteor dari luar angkasa telah membunuh mereka semua; namun itu adalah mustahil, lebih mungkin itu terjadi dalam kisah Fiksi Ilmiah.

Kini kita dapat mengetahui bahwa melalui gerakan tektonik bumi, lempeng-lempeng benua memang bergerak. Diperkirakan 65 juta tahun yang lalu sebuah meteor yang sangat besar, diperkirakan ukurannya berdiameter +/- 10 Km menghantam permukaan bumi dalam kecepatan sangat tinggi sehingga memusnahkan semua mahluk hidup diatas permukaan bumi. Apabila semua hal yang dirasakan tidak mungkin mulai dicoba dilihat dari sisi ilmiah, maka banyak hal yang tadinya kita anggap tidak mungkin mulai dapat di jelaskan secara ilmiah. Jadi, mungkinkah suatu saat kita dapat melakukan teleport atas diri kita dari satu tempat ke tempat lain, atau membangun pesawat jelajah luar angkasa yang suatu saat dapat membawa kita jutaan tahun cahaya menuju bintang-bintang?

Secara normal, rata-rata orang akan berkata hal-hal tersebut diatas adalah tidak mungkin. Mungkinkah teknologi teleport dan jelajah bintang dapat terwujud dalam beberapa abad mendatang? Ketika teknologi peradaban kita telah memungkinkan untuk hal itu? Dengan kata lain, jika kita bisa bertemu dengan peradaban yang memiliki peradaban jutaan tahun lebih maju dari kita, mungkin saja nanti kita akan melihat teknologi sehari-hari yang mereka gunakan nampak bagaikan “magic” / “sihir” bagi kita? Inilah pertanyaan yang patut kita pikirkan secara ilmiah, jika sesuatu hal adalah “tidak mungkin” hari ini, akankah hal itu tetap tidak mungkin ber-abad abad atau jutaan tahun di masa mendatang?

Dengan adanya kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan penelitian beberapa abad terakhir ini, terutama dengan pengembangan teori fisika kuantum dan relativitas umum, saat ini kita melihat adalah memungkinkan untuk memperkirakan kapan, jika dapat, beberapa dari teknologi yang fantastis ini mungkin dapat diwujudkan. Dengan kemungkinan penemuan serta kreasi teori yang akan datang dan lebih maju, bahkan konsep-konsep yang terdapat dalam fiksi ilmiah, seperti misalnya perjalanan dalam kecepatan cahaya dan parallel universe, saat ini mulai di evaluasi ulang kemungkinannya oleh para ahli Fisika.

Coba kita pikirkan saat 150 tahun yang lalu, banyak kemajuan teknologi saat ini yang dikatakan “tidak mungkin” oleh para ilmuwan pada saat itu. Namun dengan kemajuan teknologi masa kini, hal-hal yang dulu disebut “tidak mungkin” kini telah menjadi barang-barang yang kita gunakan sehari-hari. Jules Verne menulis di novelnya di tahun 1863, berjudul Paris in the Twentieth Century, yang mana disimpan dan dilupakan selama berabad-abad, sampai kemudian secara tidak sengaja ditemukan oleh cicitnya dan dipublikasikan pertama kali tahun 1994. Dalam novel itu Verne memprediksikan seperti apa rupa kota Paris di tahun 1960. Novelnya penuh terisi dengan teknologi yang jelas-jelas dikatakan sebagai hal yang tidak mungkin di abad ke 19, termasuk diantaranya personal computer, mesin faksimili, jejaring/network komunikasi global, gedung-gedung pencakar langit berlapis kaca, mobil bertenaga gas dan kereta penumpang berkecepatan tinggi.

Tidak mengejutkan, Verne dapat membuat prediksi yang sangat akurat sebab ia telah dibesarkan di lingkungan para ilmuwan, dan membiasakan diri untuk berpikir secara ilmiah sebagaimana para ilmuwan disekitarnya. Penghargaannya yang sangat tinggi terhadap ilmu pengetahuan membuatnya mampu berpikir untuk membuat prediksi masa mendatang secara ilmiah.

Menyedihkan, beberapa ilmuwan besar abad 19 bersifat oposisi terhadapnya dan mengatakan bahwa apa yang dikemukan Verne sangat tidak mungkin. Lord Calvin, mungkin adalah ahli Fisika di era Victoria (ia dikuburkan disamping Isaac Newton di Westminster Abbey) yang paling menentang logika Verne. Ia mengatakan bahwa benda yang “lebih berat daripada udara”, seperti pesawat terbang atau roket adalah tidak mungkin diwujudkan. Lord Rutherford, yang menemukan nucleus atom mengatakan tidak mungkin diciptakan teknologi bom atom. Pikirkanlah bagaimana fantastisnya teknologi masa kini seperti televisi, computer dan internet sebagai penemuan-penemuan besar abad ke 20.

Belum lama ini lubang hitam hampir digolongkan sebagai fiksi belaka. Einstein sendiri pernah menulis di sebuah Koran di tahun 1939 bahwa lubang hitam tidak mungkin ada. Namun teknologi teleskop luar angkasa Hubble dan teleskop Chandra X-ray ternyata telah menemukan ribuan lubang hitam tersebar di semesta alam raya.

Alasan dari teknologi canggih tersebut diatas dikatakan tidak mungkin karena hukum dasar Fisika dan Ilmu Pengetahuan di abad ke 19 dan di abad ke 20 belum dapat dipahami untuk membuat peralatan-peralatan yang menggunakan teknologi yang ada dimasa kini. Dengan adanya kesenjangan yang sangat besar atas pemahaman ilmiah pada masanya, khususnya mengenai ilmu teknologi atom, tidak mengherankan kemajuan teknologi masa kini, dulu dikatakan sebagai hal yang “tidak mungkin”.


MEMPELAJARI HAL YANG TIDAK MUNGKIN

Ironisnya, penelitian atas hal-hal yang tidak mungkin telah terbukti banyak membuka dimensi-dimensi dan pembuktian teori ilmiah baru. Selama berabad-abad pencarian teknologi ‘mesin penggerak perpetual’ telah menjadi pembuka bagi teori konversi energi dan tiga hukum dasar termodinamika. Inilah yang menjadi dasar fondasi bagi penemuan mesin bertenaga uap, abad teknologi mesin serta abad penemuan teknologi industri modern.

Di akhir abad ke 19, para ilmuwan mengatakan “tidak mungkin” bahwa planet bumi berusia milyaran tahun. Lord Kelvin mengatakan bahwa dari usia pembekuan bumi, diperkirakan hanya berusia sekitar 20 sampai 40 juta tahun, hal ini kontradiksi dengan para ahli geologi dan penganut paham Darwin yang mengatakan bahwa mungkin planet bumi berusia milyaran tahun. Ketidak mungkinan itu kemudian dapat dibuktikan dengan penemuan kekuatan teknologi nuklir oleh Madame Curie dan yang lain-lainnya menunjukkan bagaimana inti Bumi digerakkan dengan pemanasan radioaktif, memungkinkan bahwa inti bumi tetap berupa inti bumi yang cari dan panas selama milyaran tahun.

Di tahun 1920-an dan 1930-an Robert Goddard, penemu teknologi modern menjadi sasaran kritik-kritik tajam dari para penganut paham yang mengatakan bahwa roket tidak mungkin dapat menjelajahi angkasa luar. Di tahun 1921 editor harian the New York Times berpolemik melawan karya ilmiah Dr. Goddard. Sang Editor mengatakan bahwa teknologi roket tidak mungkin dilakukan karena di angkasa luar tidak terdapat udara sebagai tumpuan daya dorong pesawat. Menyedihkan, justru salah satu pemimpin kontroversial, Adolf Hitler, memahami karya Goddard dan mengimplementasikannya. Selama perang dunia ke II, Jerman telah menemukan teknologi roket V-2 yang membawa kematian dan kehancuran bagi kota London.

Mempelajari hal-hal yang ‘tidak mungkin’ dapat memungkinkan berubahnya wajah dan sejarah dunia. Para ilmuwan dunia mengatakan di tahun 1930-an bahwa teknologi bom atom termasuk hal yang ‘mustahil’ diwujudkan. Para ahli Fisika mengetahui bahwa ada suatu energi yang sangat besar tersimpan jauh di dalam inti nucleus atom, berdasarkan teori Einstein yaitu E=mc2 namun energi yang dilepaskan oleh sebuah nucleus tunggal sangat tidak signifikan untuk dipertimbangkan. Namun Fisikawan atom Leo Sziliard yang mengingat pernah membaca novel Fiksi Ilmiah karya H.G. Wells di tahun 1914 yang berjudul, The World Set Free: dimana Wells memprediksikan pengembangan dari teknologi bom atom. Dalam buku tersebut diprediksikan bahwa pengembangan teknologi bom atom dapat dipecahkan oleh para ahli Fisika di tahun 1933. Dan secara kebetulan, Szilard dicerahkan oleh karya ini tahun 1932. Dicetuskan oleh sebuah ide dalam sebuah karya Fiksi Ilmiah, dan di tahun 1933, secara tepat di perkirakan oleh Wells sejak dua dekade sebelumnya, ia telah merujuk pada suatu ide yang melipatgadakan kekuatan energi dari sebuah atom melalui reaksi berantai. Melalui reaksi berantai ini energi yang terlepas dari sebuah nucleus tunggal uranium dapat diperbesar dan melepaskan triliunan energi berlipat kali ganda. Szilard kemudian kemudian melakukan serangkaian pendekatan dan experimen-experimen serta negosiasi rahasia antara Einstein dan Presiden Franklin Roosevelt, yang kemudian mengarahkan ke Project Manhattan. Dari proyek ini kemudian dibuatlah bom atom.

Waktu berjalan dan berkali-kali kita melihat berbagai pembuktian bahwa dengan mempelajari hal-hal yang ‘tidak mungkin’ dapat membantu Ilmuwan mengarah kepada penemuan baru, mendorong batasan-batasan tradisional ilmu Fisika dan mendorong para ilmuwan mendefiniskan ulang teori-teori ilmiah atas apa-apa yang sebelumnya mereka katakan semula sebagai hal yang “tidak mungkin”.

Banyak ahli Fisika merujuk kepada dictum karya T.H. White, yang menuliskan karya The Once and Future King, “Anything that is not forbidden, is mandatory!”, dalam Fisika kita menemukan kenyataan ini dari waktu ke waktu. Kecuali bahwa ada suatu hukum fisika yang secara nyata dan jelas menyatakan kemustahilan sebuah fenomena, kita dapat menemukan bahwa hal ini dapat diwujudkan. Dengan mendorong usaha mereka se-optimal mungkin telah mendorong para ahli Fisika menemukan hukum-hukum Fisika baru secara tidak terduga.

Oleh karena itu kita harus melihat bahwa teknologi-teknologi yang dipertimbangkan sebagai “tidak mungkin” pada hari ini, akan bisa ada kemungkinan bahwa dalam hitungan dekade atau abad-abad mendatang menjadi sebuah teknologi yang sangat umum dipakai di masyarakat sehari-hari.

Hal-hal yang semula dianggap sebagai teknologi yang “tidak mungkin” saat ini mulai terbukti sebagai hal yang mungkin: perwujudan teknologi teleportasi (setidaknya dalam level atom). Bahkan beberapa tahun yang lalu para ahli Fisika masih berkata bahwa mengirimkan obyek dari satu tempat ke tempat lain dalam teknologi teleportasi melawan hukum Fisika Quantum. Penulis dari serial TV Star Trek The Original Series memakai ide teknologi ini sebagai perpindahan obyek jarak yang sangat berjauhan dalam waktu yang sangat singkat. Saat ini, melalui penemuan-penemuan baru, para ahli Fisika modern telah mampu melakukan teleport atom-atom bergerak ke ruangan yang berbeda. Hal yang paling sederhana yang sangat umum kita pakai saat ini, yaitu teknologi telepon selular atau handphone. Diawal tahun 1960-an, teknologi ini dianggap suatu fiksi belaka ketika Captain Kirk menggunakan alat komunikasi telepon selular di film TV Star Trek The Original Series di tahun 1966. Namun kita dapat melihat saat ini hampir semua orang dari dewasa sampai remaja dengan sangat fasih menggunakan Handphone / telepon seluler dengan sangat umum di masyarakat; suatu teknologi yang dianggap hanya khayalan semata di tahun 1960-an. Banyak hal-hal yang beberapa dekade yang lalu dianggap “tidak mungkin” kini mulai banyak diwujudkan oleh para ilmuwan.

Bukanlah suatu hal yang “tidak mungkin” apabila para ilmuwan tergerak menyelidiki banyak hal-hal yang dapat dibuktikan dengan hukum Fisika dan teknologi modern untuk dapat diwujudkan menjadi sebuah teknologi terapan yang akan umum digunakan oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadi salah satu penggerak atau motivasi dari rekan-rekan yang tergabung dalam komunitas Indo-Startrek untuk menerbitkan Buku Kumpulan Cerpen Fiksi Ilmiah SciFi 1.0, dengan tujuan menggerakkan kecintaan kaum generasi muda bangsa Indonesia agar mencintai hal-hal yang berbau ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, untuk membuka gerbang masa depan negara Indonesia menjadi negara maju dalam hal teknologi. Bukan hal yang mustahil, bila masyarakat kita mencintai ilmu pengetahuan dan pola berpikir ilmiah, bangsa Indonesia akan bisa muncul menjadi salah satu negara adi daya di abad mendatang. Dengan adanya kecintaan kepada ilmu pengetahuan dan pembaharuan berbagai sumber daya, diharapkan beberapa dekade mendatang muncul para ilmuwan terkemuka dari bangsa Indonesia yang mempelopori penemuan-penemuan baru serta teknologi-teknologi terapan baru bagi kesejahteraan umat manusia. Bangsa Indonesia harus menyadari bahwa kekayaan sumber daya alam yang kita miliki sekarang tidaklah tanpa batas. Dari sekarang kita harus mulai berpikir secara ilmiah, bagaimana kita menciptakan teknologi ramah lingkungan dan memperbaharui sumber daya yang ada. Majulah Ilmu Pengetahuan di Indonesia, dan jayalah selalu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sabtu, 20 Juni 2009

Liputan Indo-Startrek di KABARINDO

http://www.kabarindo.com/index.php?act=dnews&no=1694

Komunitas Penggemar STAR TREK di Indonesia: Hadir Kembali 14 Juni Mendatang
Nonton Bareng Film Terbaru Star Trek"Acara yang ditunggu-tunggu oleh komunitas penggemar Star Trek di Indonesia menyelenggarakan acara Nonton Bareng bersama dengan Komunitas Indo-StarTrek bekerjasama dengan INDOSAT."

Jakarta, Kabarindo- Tadi malam para jurnalis sinema tanah air bersama dengan para pecinta film-film Startrek telah berkesempatan menonton lebih dulu dan dari situ kabarindo memperoleh informasi tentang perhelatan akbar yang akan digelar tanggal 14 Juni 2009 di IMAX, KEONG EMAS, TMII. Film STAR TREK dibuat dalam dua format, satu format biasa ubtuk bioskop, dan yang kedua adalah format IMAX layar raksasa.

Kebayang kan nonton Mr. Spock dan Kirk dalam format layar super lebar ?Dalam acara tersebut komunitas akan meluncurkan sebuah buku berjudul KUMPULAN CERPEN FIKSI ILMIAH INDONESIA. Buku ini ditulis oleh para penggemar Star Trek di Indonesia. INDO-STARTREK adalah sebuah komunitas penggemar Star Trek di Indonesia yang sebenarnya sudah ada sejak tahun 1995. Pengagas Indo-Star Trek generasi Pertama adalah Bpk.Monang Pohan dengan mendirikan perkumpulan yang dinamakan NCC 955.

Mereka berkomunikasi dan bertukar informasi melalui surat yang dikirim via Pos dan faksmili. Lalu di tahun 1999, komunitas ini dikembangkan oleh generasi kedua yang digagas oleh Bpk.Puruhito Sidikerto dengan membentuk e-groups bernama Trekkieslist. Ketika di Indonesia teknologi internet sudah makin berkembang, maka Bapak Budisastra Sugiarto di Bandung pertama kali memulai perancangan hosting untuk website Indo-startrek.org. Usaha ini kemudian di kembangkan lebih lanjut oleh Sdr. Prima Adi (Ading) yang berada di Surabaya yang membuat desain versi 1 dan programming website indo-startrek.org dan forum (http://forum.indo-startrek.org).
Komunikasi antar anggota dengan menggunakan mailing list Yahoogroups dimulai di tahun 2003 dirintis oleh Sdr.Ismanto Hadi Saputro. Namun baru benar-benar melakukan kegiatan secara resmi dan organisasi ini dianggap formal berdiri secara professional pada 15 April 2006, disaat para anggota mengadakan pertemuan pertamanya, yang diistilahkan sebagai "First Contact". Tanggal 15 April ternyata bertepatan dengan dimulainya misi NX-01 Enterprise dalam kisah saga Star Trek, di tahun 2151.

Para penggagas Indo-StarTrek di generasi ke tiga ini adalah Ismanto Hadi Saputro, Erianto Rachman, Syaiful Bahri, Akhmad Pompom Hersapto dan, Bowo Trahutomo. Masing-2 profile anggota semua dapat di search di Facebook dan juga di search di Facebook Group: Indo-StarTrek.Dalam hal memaintain komunikasi antar anggota mailing list Indo-StarTrek, Sdr. Arlandi Landjono sebagai moderator mailing list Indo-StarTrek yang selalu memonitor arus komunikasi milis sejak 2003.

Kegiatan INDO STAR TREK sejauh ini adalah diskusi di milis, mengadakan talkshow science, nonton bareng film Star Trek, pembuatan kostum, wargames, MACO, pameran di World Book Day dan Indonesian Consumunity Expo. Bahkan INDO STAR TREK membuat sendiri boardgames "Battle of Starships" dan "Q Cardgame" untuk dimainkan di komunitas ini.

Akses ke setiap produk Star Trek merupakan upaya utama agar seluruh anggota INDO STAR TREK dapat memperoleh dengan mudah koleksi film-film Star Trek, buku, novel, hingga collectibles lainnya.INDO STAR TREK mempunyai website di http://www.indo-startrek.org Mailing list (milis) di Yahoo!Groups beralamat di http://groups.yahoo.com/group/indo-startrek. INDO STAR TREK juga mempunyai forum dan group di Facebook.Star Trek as the way of life…

Rabu, 10 Juni 2009

Memeriahkan Gathering dng atribut STAR TREK yang mudah dan murah

Qapla!

Teman-2, sampai malam tadi saya masih menerima beberapa email melalui japri yg menanyakan ke saya juga bagaimana membuat uniform STAR TREK. Kalau membuat sekarang, waktunya gak akan cukup selesai sampai ke acara nonton bareng tgl.14 Juni nanti. Memang pasti akan sangat meriah sekali kalau banyak rekan2 yg pakai atribut STAR TREK saat gathering nonton bareng tgl.14 JUni .Maka itu ini saya sarankan tips-2 dibawah ini bagi rekan2 yg mau memeriahkan acara NonBar kita dan yg ingin membuat sendiri mirip2 uniform Star Trek:

1. Bagi rekan-rekan yang memang sudah memiliki Poloshirt STAR TREK, tapi tidak punya uniform, bisa di pakai Poloshirt nya nanti pas acara Nonton Bareng tgl.14 Juni.

2. Bagi rekan2 yg sudah punya Uniform STAR TREK sangat disarankan untuk di pakai.

3. Bagi yang punya uniform lebih, bisa di pinjamkan ke rekannya yg tidak punya.

4. Bagi yang tidak punya uniform tapi pengen sekali memeriahkan acara ini dengan menggunakan baju dng aribut star trek, ini saran saya (yang mudah dan murah):

a. Bagi yang ingin baju mirip Capt.Kirk muda yg belum jadi Captain, pakai baju Cadet warna hitam: coba cari baju hitam polos sebatas leher.

Tips: kemarin saya nemukan baju sejenis ini di Centro Plaza Semanggi di bagian baju dalam pria. Tapi lengannya cari yang panjang.
Lalu di bagian dada di bordir lambang Star Trek. bagaimana bordirnya? Liat dibawah ini nanti ada info nya.

b. Bagi yg ingin mirip dengan seragam Star Trek TOS: cari baju kaos lengan panjang warna Kuning kunyit (Command), atau Merah (Engineer dan security), atau Biru (Science).Baju itu di potong di bagian leher di bentuk "V" (minta aja ke tukang jahit, bayar 20.000 bisa ditunggu). Lalu di bagian dalamannya, pakailah kaos hitam sebatas leher yang ketat / turtle neck.
Bagian bawah: pakai celana hitam dan sepatu boot/ sepatu TNI/Polri.





Untuk Cewek, yang pengen mirip dengan Uhura di film Star Trek 2009 ini, ini tipsnya: Cari baju dalaman hitam turtle neck. Lengan dipotong pendek /tanpa lengan.




Baju luar, cari bahan kaos yang warna merah agak maroon.




Baju Luar: Bagian leher di potong dibentuk "V" se-leher, lengan potong pendek jadi 1/3 lengan (lihat aja gambar Uhura Star Trek 2009 di internet) Baju bagian luar yg berwarna, di bordir lambang star trek di dada nya. bagaimana membordirnya? lihat info dibawah ini.
Cewek: pakai rok mini warna merah agak maroon.

Bordir lambang Star Trek:
Ke: Bordir Mania di Plaza Semanggi. Bawa Kaos/ Baju yg mau di bordir dan katakan, ingin bordir Lambang Star Trek. Minta mereka search lambang itu di folder mereka dng kata kunci search: STAR TREKdi salah satu baju sample yang digantung disitu teman2 juga bisa lihat ada contoh lambang Star Trek yg di bordir di baju sample yg di pajang warna krem, nah contohnya spt itu.Lambang yg sangat mendekati di Film, tinggi lambang Star Trek itu adalah 6 cm, ongkosnya sekitar Rp.25.000,-

Semoga tips ini cukup bermanfaat, dan selamat memeriahkan acara Gathering / Nonton Bareng kita.

~ LIVE LONG and PROSPER ~
Bowo T. Suharso
http://trekphilosophy.blogspot.com/
http://www.indo-startrek.org/promo/STXI/
http://www.facebook.com/event.php?eid=82776592604