Rabu, 18 Mei 2011

Candi BOROBUDUR : jejak Astronomis nenek moyang bangsa Indonesia

Dalam kisah STAR TREK, diceritakan bahwa umat manusia di Bumi di masa mendatang menjadi masyarakat yang adil dan sejahtera, mengabdikan diri demi kemajuan ilmu pengetahuan dan ahli dalam penjelajahan eksplorasi antariksa.

Sesungguhnya, jika kita amati penginggalan sejarah dan budaya nenek moyang kita di masa lampau, bangsa Indonesia telah menjadi salah satu bangsa yang ahli dalam ilmu perbintangan. Hal ini salah satunya terlihat dalam peninggalan Candi Borobudur.

Kemegahan Candi Borobudur tidak hanya menunjukkan kemampuan rancang bangun nenek moyang bangsa Indonesia yang luar biasa. Penempatan stupa terawang maupun relief di dinding Borobudur ternyata menunjukkan penguasaan mereka terhadap imu perbintangan atau astronomi.

Stupa utama candi Buddha terbesar di dunia itu berfungsi sebagai gnomon (alat penanda waktu) yang memanfaatkan sinar matahari. Stupa utama yang merupakan stupa terbesar terletak di pusat candi di tingkat 10 (tertinggi)

Stupa utama dikelilingi 72 stupa terawang yang membentuk lintasan lingkaran di tingkat 7, 8 dan 9. Bentuk dasar ketiga tingkat itu plus tingkat 10 adalah lingkaran, bukan persegi empat sama sisi seperti bentuk dasar pada tingkat 1 hingga tingkat 6.

Jumlah stupa terawang pada tingkat 7,8 dan 9 secara berurutan adalah 32 stupa, 24 stupa, dan 16 stupa. Jatuhnya bayangan stupa utama pada puncak stupa terawang tertentu pada tingkatan tertentu menunjukkan awal musim atau mangsa tertentu sesuai Pranatamangsa (sistem perhitungan musim Jawa).

Bayangan lurus stupa saat Matahari berada di garis khatulistiwa (garis 0 pada grafik lintasan awal musim). Pada saat itu Matahari terbit tepat di titik timur garis dan terbenam tepat di titik barat garis. Hasil ini menunjukkan posisi candi Borobudur sesuai arah mata angin. Posisi itu ditentukan nenek moyang kita ketika meletakkan fondasi candi tanpa bantuan alat penentu posisi global (GPS).

Penelitian lebih lanjut adalah untuk melihat apakah posisi stupa atau bayangan stupa memiliki hubungan dengan prediksi gerhana Matahari atau gerhana Bulan. Konfigurasi situs megalitik umumnya memiliki kaitan dengan penentuan waktu, baik kalender maupun prediksi gerhana.

Tahun yang tepat kapan candi Borobudur didirikan juga penting dilakukan penelitian, berdasarkan struktur asli Borobudur. Struktur Borobudur saat ini merupakan hasil rekontruksi beberapa kali yang dilakukan pemerintah colonial Belanda dan Indonesia, dan dengan bantuan badan PBB yaitu UNESCO. Saat ditemukan tahun 1800 oleh tim yang dipimpin Sir Thomas Stamford Raffles dari Inggris, Borobudur hanya berupa puing-puing tak berbentuk. Dalam hal ini seyogianya kita juga berterima kasih kepada pemerintah Belanda dan Inggris yang telah membantu kita menemukan peninggalan sejarah yang amat luar biasa ini.

Sejumlah relief di Candi Borobudur juga menunjukkan kemampuan nenek moyang bangsa Indonesia dalam penguasaan ilmu perbintangan. Hal itu terlihat dengan adanya relief gambar perahu-perahu di dinding candi. Gambar perahu menunjukkan mereka adalah bangsa pelaut. Untuk mampu mengarungi lautan, dibutuhkan kemampuan navigasi yang panduan utamanya adalah bintang-bintang di langit.

Salah satu bintang penunjuk adalah bintang Polaris. Sebelum tahun 800, Polaris dapat dilihat dari Nusantara di sekitar Borobudur. Namun kini Polaris berada dibawah horizon karena gerak presesi (gerak Bumi pada sumbunya sambil beredar mengelilingi Matahari) sehingga Bintang Utara tidak mungkin lagi dilihat dari Nusantara.

Karena itulah, pelaut juga menggunakan rasi bintang Ursa Mayor (Beruang Besar). Jika dua bintang dalam paling terang dalam rasi ini, yaitu Dubhe dan Merak, ditarik garis lurus, akan mengarah ke Polaris. Posisi bintang ini terlukis dalam relief bulatan-bulatan kecil pada tingkat ke empat Borobudur di sisi Utara. Tujuh bulatan kecil itu diapit oleh lingkaran besar yang diduga Matahari dan bulan sabit.

Dari Bumi, Ursa Mayor terlihat sebagai tujuh bintang terang (Dalam ilmu silat Tiongkok kuno, ahli silat Thio Sam Hong juga menciptakan ilmu pedang Tujuh Bintang yang jika dimainkan oleh tujuh orang pendekar pedang, susunan formasi Tujuh Bintang itu sangat sulit ditembus oleh musuh). Selain Ursa Mayor, tujuh bulatan itu diduga sebagai Pleiades (tujuh bidadari). Masyarakat Jawa mengenal kluster bintang terbuka ini sebagai Lintang Kartika. Nama ini berasal dari bahasa Sansekerta krttika yang menunjuk kluster bintang yang sama.

Kluster (kumpulan) bintang ini populer di Jawa karena kemunculannya menjadi penanda dimulainya waktu tanam. Bangsa Jepang menyebutnya sebagai Subaru, sedangkan masyarakat Timur Tengah menyebutnya sebagai Thuraya.

Apabila penelitian lebih mendalam dapat membuktikan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah mampu membuat peta bintang dan penentuan musim serta waktu gerhana, maka bangsa Maya bukan satu-satunya bangsa kuno yang menguasai ilmu perbintangan. Sejarah dunia perlu ditulis ulang, dan nama bangsa Indonesia patut diperhitungkan dalam peta sejarah dunia sebagai bangsa yang pernah mencapai kebudayaan yang tinggi dalam ilmu astronomi.

Alangkah baiknya apabila generasi muda saat ini juga banyak melihat tayangan-tayangan film televisi yang berkualitas seperti film science fiction mengenai penjelajahan luar angkasa seperti kisah-kisah STAR TREK. Kecintaan generasi pembelajar akan dunia astronomi, fisika, pengetahuan alam dan teknologi, di masa mendatang akan dapat membawa bangsa Indonesia kembali menjadi bangsa yang maju dalam hal ilmu perbintangan. Bukan tidak mungkin, di masa mendatang, bangsa Indonesia muncul sebagai salah satu negara yang maju dalam hal eksplorasi luar angkasa. Dalam hal inilah, komunitas pencinta Star Trek di Indonesia yang tergabung dalam INDO STAR TREK, secara terus menerus menyuarakan kepada media dan masyarakat Indonesia secara umum, agar mencintai Ilmu Pengetahuan / Science dan memberikan tayangan Televisi yang cerdas dan mendidik kepada generasi muda Indonesia. Kita semua berharap generasi muda Bangsa Indonesia tumbuh menjadi generasi yang mencintai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, mandiri, maju, kreatif, menjadi pemimpin dalam teknologi industri serta mampu mencapai pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia; dan bukan tumbuh menjadi bangsa yang konsumtif dalam ketergantungan konsumerisme.

Space..the final frontier ….

Sumber pustaka: 7th International Conference on Oriental Astronomy di Tokyo, Jepang, bulan September 2010.

4 komentar:

  1. selama bangsa Indonesia secara umum lebih percaya pada hal2 berbau mistik (dukun, santet, orang pinter dll), ilmu pengetahuan akan selalu jadi prioritas terakhir. padahal dg ilmu, manusia akan berkembang. dan dalam Islam pun, manusia yang berilmu pengetahuan akan menjadi lebih terhormat di mata Tuhan. dan ilmu yg dianjurkan, bukanlah ilmu sihir (yg sudah sangat jelas2 dilarang)

    BalasHapus
  2. leluhur indonesia memang sudah mampu utk membuat peta bintang,, tapi kalau di tilik dari skala waktu maka akan kelihatan sekali ketinggalannya. borobudur di bangun pada tahun 800 dan suka ngak suka pengaruh dari negeri china banyak sekali, sementara china sendiri sudah maju sekali dan sejarahnya mulai dari tahun 4000SM, jadi selisih dengan borodur itu adalah 4800 tahun,,, dan china sudah terkenal sekali dengan ilmu perbintangannya... dengan posisi ini apakah leluhur kita belajar dengan bangsa china atau bangsa china yang belajar dari leluhur kita,,,,mungkinkah borobudur tsb juga dibuat atas ilmu perbintangan china yang kemudian di adopsi oleh leluhur kita,,,

    BalasHapus
  3. memang anda yakin kalo borobudur bener2 dibangun oleh wangsa syailendra? angkor wat yang katanya dibangun oleh raja suryawarman aja ternyata ada indikasi sudah berumur jauh lebih tua dari itu.

    BalasHapus
  4. Thanks ya sob udah share , blog ini sangat bermanfaat sekali .............




    bisnistiket.co.id

    BalasHapus